Larangan ekspor sirup gula ke China menyebabkan slot terbaru kerugian besar bagi industri gula Thailand. Menurut Asosiasi Produk Gula Thailand, kerugian ini diperkirakan mencapai sekitar 2 miliar baht (sekitar 59 juta USD). Biaya tersebut mencakup pengiriman, denda di pelabuhan China, serta penurunan harga jual produk. Sekitar 40.000 ton sirup dan bubuk campuran yang sempat dikirim ke China harus dikembalikan ke Thailand, menambah beban finansial produsen lokal.
Sebelum larangan ini berlaku, Thailand menjadi pemasok utama sirup gula cair ke China, dengan volume ekspor mencapai lebih dari 1,2 juta ton pada tahun lalu. Namun tahun ini, permintaan diperkirakan turun hingga 1 juta ton. Penurunan ini bisa berdampak langsung pada harga gula domestik.
Syarat dari China untuk Mencabut Larangan
Pemerintah Thailand telah meminta China untuk mengizinkan inspeksi terhadap pabrik-pabrik gula dalam negeri. China, melalui Administrasi Umum Bea Cukai (GACC), mengharuskan inspeksi terhadap 78 pabrik sebelum mempertimbangkan pencabutan larangan. Sebagai tanggapan, Thailand telah mengirimkan daftar pabrik yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) beserta regulasi keamanan pangan yang berlaku.
Namun hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pihak China. Meski pemerintah Thailand menyatakan kesiapannya untuk memenuhi standar yang diminta, kurangnya komunikasi membuat proses pencabutan larangan berjalan lambat.
Langkah Pemerintah Thailand
Kementerian Perdagangan Luar Negeri terus berupaya menyelesaikan masalah ini. Pemerintah telah bekerja sama dengan produsen untuk memastikan semua produk gula memenuhi standar kebersihan dan kualitas yang tinggi. Sayangnya, tanpa respons dari China, hasil dari upaya ini masih belum terlihat.
Dampak dan Prospek ke Depan
Jika larangan ini terus berlanjut, industri gula Thailand akan menghadapi penurunan permintaan yang serius. Hal ini dapat memengaruhi harga pasar dalam negeri dan mengurangi pendapatan petani tebu. Beberapa produsen bahkan mungkin harus menghentikan operasional, seperti yang dilakukan Hefty Food Thailand yang telah menghentikan produksi pasca pelarangan.
Pemerintah perlu terus berdiplomasi dan memastikan semua syarat dari China terpenuhi. Hanya dengan cara ini larangan dapat dicabut, dan aktivitas ekspor kembali normal.
Di sisi lain, produsen gula Thailand harus terus meningkatkan kualitas dan kebersihan produk agar bisa bersaing di pasar internasional. Diversifikasi pasar ekspor juga menjadi strategi penting agar tidak terlalu bergantung pada satu negara tujuan.
Dengan kerja sama yang kuat antara pemerintah dan industri, Thailand berpeluang untuk kembali menjadi pemain utama dalam perdagangan gula global.